Sabtu, 12 November 2011

Cerita Tentang Keisha



“Bundaaa ... Keisha badannya panas banget, nih!” Kefia berlari kearah ibunya yang sedang menikmati kopi panasnya diberanda rumah.
“Bunda, Keisha badannya panas banget sejak pulang dari sekolah tadi!” Kefia mengulangi kata-katanya lagi setelah berada dihadapan ibunya.
Ibunya terdiam. Matanya menatap raut wajah Kefia yang tampak gelisah. Lalu arah matanya kebawah. Masih terdiam, menyelam dalam pikirannya sendiri.
“Bunda kok diem aja, sih? Keisha sakit, bun!” kata Kefia semakin panik.
Ibunya menatap kembali wajah anak sulungnya itu. Mengelus rambut gadis berumur 16 tahun yang ada didepannya.
Lalu Kefia menarik tangan ibunya, “Keisha ada dikamar, Bun”.
“Iya, kamu tunggu disini aja, biar Bunda yang kasih obat,” kata wanita setengah baya itu lalu menutup pintu kamar Kefia.

*

“Hey, Sha, jangan tidur dulu, donk! Aku mau cerita nih!” kata Kefia mengguncang tubuh Keisha.
“Mau cerita apa, sih?” Keisha lalu bangkit dari pembaringannya, mengusap-usap matanya yang sempat tertutup beberapa menit yang lalu.
“Sha, aku baru ditembak cowok!” kata Kefia bersemangat.
“Oyah? Trus-trus kamu terima?” tanya Keisha jadi ikutan semangat.
“Iya, donk! Cowok cakep masa disia-siain!” tukasnya.
“Siapa-siapa?” Keisha menggucang-guncang lengan Kefia.
“Ummm... Rahasia!” Kefia tersenyum genit.
“Ihhh... kok pake rahasia-rahasiaan, sih? Gak asik, ah!” kata Keisha kesal lalu kembali tidur.
“Yeee... marah nih ceritanya? Ntar kamu juga tau sendiri, kok,” Kefia masih senyum-senyum.
Lalu Keisha bangkit lagi dari baringnya, dan berkata, “Eh, aku juga lagi falling in love loh!” katanya dengan mata mengerling.
“Sama siapa-sama siapa?” Kefia ganti mengguncang lengan Keisha.
“Rahasia!” balas Keisha lalu kembali merobohkan badannya ketempat tidur.
“Ayo, donk, cerita siapa?”
“Kalo gitu kamu cerita dulu, siapa yang abis nembak kamu?”
“Oke, aku kasih tau, deh ...”
“Gitu, donk!”
“Yang baru jadian sama aku tuh, Darius!”
“Hah? Darius?”
“Iya”
Keisha terdiam sesaat. Matanya menerawang, lalu melihat kearah Kefia yang senyum-senyum sendiri.
“Wah, congratulations, yah, sista” kata Keisha setengah tersenyum.
“Iya, sista. Makasih, yah! Nah, sekarang gentian kamu yang cerita!”
“Hihiihi! Aku loh cumin bo’ongin kamu aja, biar kamu cerita!” Keisha tertawa.
“Ih, dasar!” Kefia memukulkan guling kearah Keisha . lalu Keisha balik memukulkan bantal pada Kefia.

*

“Siang, tante!” sapa Maya dan Evi saat bepapasan dengan Ibu Kefia diruang tengah.
“Siang, sayang,” balas ibu Kefia sambil mengaduk secangkir kopi.
“Kita kekamar Kefia dulu yah, Tan,” kata Maya.
“Silahkan, sayang, Kefia ada didalam, kok,”.
Lalu Maya dan Evi berlarian naik tangga dan berebut masuk setelah membuka pintu kamar Kefia.
“Kef, baca apa’an tuh?” kata Evi yang berhasil membuat Kefia terjingkat.
“Nih, besok kan ada ulangan Biologi!” Kefia mengangkat buku Biologinya hingga kedua temannya dapat melihat sampul bukunya.
“Dari mana aja, kok masih pake seragam sekolah?” tanya Kefia.
“Dari rumah Jody, kan rumahnya ada dibelakang blokmu, tau gak?”jawab Maya sambil merogoh tas sekolah merah mudanya, “Nih!” Maya melempar cokelat yang berhasil ia temukan.
Kefia menangkap lemparan cokelat itu, “Thanks!”.
“Eh, Kef, katanya kamu punya sodara kembar? Mana tuh?” tanya Evi.
“Iya, siapa tuh namanya?” tambah Maya.
“Namanya Keisha. Dia belom pulang sekolah, maklum lah ketua osis, jadi yah sibuk banget,” jawab Kefia lalu menggigit cokelat ditangannya.
“Yaaah, tiap kesini musti dia gak ada dirumah, padahal kita pengen banget kenalan,” kata Evi.
“Kalian gak jodoh kali sama Keisha...” jawab Kefia enteng.
“Ini foto baru, yah?” tanya Maya saat melihat figura kuning di meja rias.
“He’em,”
“Ini mana yang kamu, mana yang Keisha?” tanya Maya lagi.
“Liat-liat!” Evi menyahut figura ditanga Maya.
“Yang kiri aku, yang kanan Keysha,” Kefia menunjuk satu persatu dari dua orang yang ada difigura foto itu.
“Kok fotonya sendiri-sendiri, sih?” tanya Maya asal.

*

“Sayang, Bunda mau kerumah eyang. Jadi entar malem Bunda nggak pulang,” kata Ibu Kefia sambil mengusap-usap rambut Kefia.
“Sampai berapa hari, Bun?”
“Paling-paling besok sore udah pulang. Bunda cumin ambil KTP, kok, habis perpanjang KTP,”
“Keysha udah dikasih tau, Bun?”
Ibunya terdiam. Lalu tersenyum, dan mengangguk.

*

“Keishaaaa !!!” Kefia menjerit ketika membuka pintu dan mendapati keadaan Keisha.
“Keisha, kamu kenapa, Kei! Bangun, dek!” Kefia mengguncang-guncang tubuh Keisha yang sudah dingin tak berisi.
“Kenapa kamu lakukan ini, dek?” Kefia menangis memeluk tubuh adiknya yang sebagian sudah basah oleh darah yang keluar dari urat nadi yang terpotong dipergelangan tangan.
Ia melihat sekeliling kamar. Tak ada sesuatupun yang bisa menolongnya. Ibunya pun masih belum pulang. Ia melihat selembar kertas disebelah Keisha. Ia buru-buru mengambil, lalu membacanya.
Kefia sayang ...
Maaf aku harus ninggalin kamu. Aku udah nggak tahan sama semuanya. Aku iri sama kamu, Kef. Kamu cantik, punya semuanya, dan lebih disayang Bunda. Terlebih lagi saat aku tahu ternyata Darius lebih cinta sama kamu, padahal aku lebih dulu kenal dan cinta sama dia dari pada kamu. Tapi aku lebih cinta sama kamu, dari pada sama Darius. Aku coba ikhlasin semuanya. Tapi aku nggak tahan. Maaf Kefia.
With love-Keisha

       Kefia semakin menangis. Ia memeluk erat tubuh Keisha yang sudah kosong. Ia menangis-menangis-dan terus menangis.

*

“Kefia, kamu sudah makan, sayang?” tanya ibunya.
Kefia tidak menjawab. Tatapannya kosong. Ibunya menatap wajah anaknya yang terdiam dengan harapan dan keputus asaan. Dari sudut mata ibunya keluar butiran bening yang saling susul menyusul. Seorang gadis berumur dua puluh lima tahunan yang berdiri dibelakannya memegang pundaknya.
“Ibu, sabar. Semua butuh proses. Ibu harus yakin kalau Kefia bisa sembuh,”kata gadis itu. Namanya Niken, psikiater yang merawat Kefia.
“Ada apa sebenarnya dengan anak saya, Dok?”suara wanita itu melemah.
“Kefia mengalami gangguan dalam pikirannya yang disebut Indigo. Ia berfikir bahwa ia mempunya saudara kembar yang bernama Keisha. Sampai-sampai ia bisa berbicara dengannya. Padahal pada saat itu, dia sedang melakukannya sendiri,” jelas Niken.
“Kefia memang sering kali menyebut nama Keisha,” gumam ibunya lirih.
“Dan terakhir Kefia melihat banyangan Keisha yang bunuh diri akibat dirinya. Dan meninggalkan surat. Padahal Kefia sendiri yang telah menulis surat itu. Lalu Kefia merasa bersalah pada dirinya sendiri,” lanjut Niken.
“Mungkinini salah saya juga. Sejak Kefia berumur lima tahun, saya dan ayahnya bercerai. Lalu saya sibuk bekerja, hingga tidak bisa menemani Kefia bermain,”
“Ya, sudah lah. Sekarang ibu harus yakin kalau Kefia pasti bisa sembuh. Hanya perlu kesabaran saja,”.

*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar